CERPEN SANTRI ONLINE
Cerpen ini adalah_cerpen karya seseorang yang telah menceritakan tentang kehidupannya di penjara suci untuk tholabul ilmi. Cerpen ini dari siswa yang berkriatif untuk berkarya.
"semoga cerpen ini bermanfaat bagi seseorang yang telah membacanya"
Tak terasa sudah hampir enam tahun aku hidup di pondok ini. Aku
teringat enam tahun yang lalu saat aku memutuskan untuk meneruskan pendidikanku
di dunia pesantren, tepatnya di pondok PESANTREN NURUL HUDA Kajen Margoyoso,
Pati.
Jauh sebelum itu,
Aku bersekolah di sebuah sekolah dasar di SDN Ngepungrejo, Pati. Tentu saja
salah satu alasan mengapa selanjutnya aku memilih untuk meneruskan di pesantren
ialah karena, saat itu aku membayangkan betapa bahagianya hidup di pondok
pesantren. Selain itu, banyak pula teman-teman sekelasku, sahabat karibku yang
memilih cita-cita meneruskan pendidikannya di pesantren, memilih jalan hidup
sebagai seorang santri itulah impianku dari kecil dulu.
“Anak-anak, sebentar lagi kalian akan lulus dari SDN ini, apakah
kalian sudah punya gambaran akan melanjutkan sekolah dimana?”Tanya bu santi,
guru dari salah satu SDN Ngepungrejo 01.
Sebagai biasanya anak-anak, siswa sekolah dasar, setelah mendengar
pertanyaan semacam itu, banyak dari kami lantas ramai, berdiskusi dengan teman
sebangku nya. Aku melihat sekelilingku dan juga teman kanan kiri maupun depan
belakang, hanya satu orang terlihat tenang dan diam tanganya bersedekap di atas
meja dengan penuh keyakinan, tangan kanan ia angkat
“Saya mau mondok bu..!” Dengan begitu polosnya, siapa lagi kalo
bukan aku yang mengangkat tangan, betapa percaya dirinya aku..HeHe
Suaraku langsung menyingkirkan semua kegaduhan itu, semua mata
tertuju padaku, termasuk bu santi yang kemudian berjalan menghampiriku.
“Kenapa kamu mau mondok Syafi’i? Bukannya lebih enak di rumah, bisa
deket sama orangtua terus?” Tangan kanan bu santi memegang bahu saya.
“Saya ingin pintar dalam bidang agama bu, menjadi kyai, seperti
kyai jumadi yang bertepatan di depan rumah saya persis bu!!!”(dengan polosdan
lucu jawaban saya).
“Loo kenapa?”
“Kata kyai jumadi ilmu yang beliau ajarkan bisa menolong orang tua
masuk surga!”jawab saya, jawaban yang mungkin tak pernah kami pikirkan.
Saya memang termasuk siswa yang kurang pintar di banding Nisa yang
tiap tahunnya mendapatkan peringkat 1 dari kelas satu sampai kelas 6. Dia
selalu dapat peringkat, dan saya masih jauh dari peringkay 1 yaitu peringkat 15
dari 36 siswa. Akan tetapi, saya pintar dalam bidang Atlit, Rebana, dan Pidato.
Dulu , saya pernah juara rebana tingkat kecamatan antar SDN, hasil cukup
memuaskan yaitu juara 3 dari 35 peserta.
Setelah hari itu, teman-teman sekelasku selalu membicarakan mau
kemana setelah lulus dari SDN ini. Dari 36 siswa akhirnya 5 anak yang
meneruskan ke pondok, putra dan putri. Saya dan beberapa temanku yang
lainmeneruskan ke salah satu pondok kajen yang kyainya terkenal ke alimannya
yaitu PONDOK PESANTREN NURUL HUDA. Awalnya aku dan salah satu temanku sudah
sepakat untuk sama-sama meneruskan ke SARANG, Rembang. Tapi ayahku berkeinginan
berbeda denganku, ayah ingin aku meneruskan ke Pesantren Nurul Huda Kajen
Margoyoso, Pati.Alasan utamanya adalah agar aku mudah betah disana. Selain itu,
juga agar ayah tak perlu repot-repot perjalanan jauh kalau saja sewaktu-waktu
aku rewel minta di jenguk.
Aku menjalani hari-hari pertamaku di pesantran seperti teman-teman
yang lain, juga seperti semua santri manapun sangat sulit awalnya aku bisa
tenang dan betah di pesantren ini, selalu saja ingin pulang. Sampai-sampai mimpi
berada di rumah selalu menemani tidurku. Bulan pertama sampai bulan ketiga sama saja. Selalu ingin pulang, sering menangis sendiri saat di kamar, apa lagi saat senja datang, saat-saat itu lah aku biasanya di rumah bermain bersama teman-temanku, sepak bola di lapangan, atau juga bersepeda di sekeliling komplek. Andai ayah dan ibu tau aku selalu memimpi kan beliau dalam tidurku. Hingga masa-masa itu hanyut di telan kebiasaan, akhirnya aku senang hidup di pesantren.
“Saat ini semua ingatan selalu terbingkai rapi dalam memoriku”.
Saat di Pesantren NURUL HUDA itu, saya juga sekolah agama di MADRASAH TSANAWIYAH
SALAFIYAH KajenPati, di pesantren itulah aku memper dalam ilmu agama ku, selain bahasa arab dan ketrampilan pidato, hadroh,
banyak ilmu dan pengalaman baru yang aku dapat di pesantren NURUL HUDA hinggaaku lulus 3 tahun tsanawi di sana.
Setelah lulus dari pesantren Nurul Huda, setelah 3 tahun ini, ada beberapa pilihan yang bias aku pilih untuk berjalan keselanjutnya, tetap menerus kan di pesantren Nurul Huda atau melanjutkan di dunia yang berbeda, seperti pesantren lain atau kesekolah menengah umum. Sebenarnya selalu terbesit di benak ku untuk mondok ke Sarang Rembang yang di asuh oleh KH. Maimoen zubair, namun kyai Jumadi menyuruh ku untuk tetap melanjutkan di pesantren Nurul
Huda.
Aku sudah cukup bisa berfikir, jika aku melanjutkan di
sekolah umum tentu saja ilmu agama dan bahasa arab yang selama 3 tahun aku pelajari di
pesantren tak dapat lagi berkembang.
Kecuali atas inisiatifku sendiri untuk mempelajari nya sendiri.
Dengan segala pertimbangan, juga atas dasar permintaan orang
tuaku aku memilih meneruskan kepesantren Nurul Huda tercinta,
seperti pesantren sebelumnya. Selainitu, aku juga meneruskan sekolah agama
Madarasah Aliyah Salafiyah kajen pati yang
masih satu yayasan denganTsanawiyahku yang dulu.
Takterasa telah 6 tahun aku berada disini, pesantren Nurul Huda
mengajari ku untuk belajar ikhlas dan sabar, sebagai seorang santri, banyak ilmu dan pengalaman
yang sangat berharga yang aku dapat kan daripesantren ini, tak mungkin di
dapat kan oleh mereka yang belajar di sekolah-sekolah umum. Selain ilmu agama
dan kebahasaarab-an. Para santri di pesantren,
pesantren manapun itu pasti mendapat pelajaran lebih, pelajaran keber samaan dan kehidupan.
Tentu saja langkah ku seorang santri tidak begitu saja berhenti selepas aku melepas peci,
sarung, juga baju koko putih yang biasanya aku pakai bersama santri-santri lainnya di
pesantren. Menjadi lilin-lilin di tengah kehidupan yang begitu penuh kegelapan dan sesakini.
Aku adalah santri, selama nya akan menjadi santri,
tidak ada istilah mantan santri, kau tau betapa beratnya dan berartinya para
kaum santri menyandang status sebagai seorang santri….? Kata santri berasal dari kata
“CANTRIK” (Bahasa Sanse kerta atau Jawa), yang
berarti orang yang selalu mengikuti guru. Sedang kan versi yang lainnya “SAINT”
(Manusia Baik) dan kata “TRA” (Suka Menolong), sehingga kata
pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia
yang baik-baik
Ada yang salah dari persepsi orang-orang mengenai pesantren, beberapa orang
menganggap bahwa pesantren adalah alternatif dan jalan keluar jika seorang anak-anak nakal biar tak lagi nakal,
walau bisa juga seperti itu. Tapibagi kami para santri,
pesantren adalah bagaikan sumur air di tengah padang pasir,
tempat di produksinya lilin-lilin penerang umat manusia. Tepat di tempat nya para
penerus ulama’ ‘amilinfiisabililllah. Penjara suci yang
fugsinya selalu di niati setiap peradaban.
Untukmu para santri jadilah sosok-sosok tangguh yang
tak pernah lelah membawa manusia menuju kearah kebaikan tak luput dari kata pepatah yang
berbunyi “PADANG TANPO LAMPU WANGI TANPO KEMBANG” jadilah pejuang yang
tak pernah pantang menghadang segalawabah yang mengotori dan menyangkiti kehidupan.
Santri selamanya adalah santri dan online nya santri setiap hari.
Kajen,
30 April 2019
M.
Imam Syafi’i
Penulis
ahmad zafar ali yahya
0 Komentar