KUMPULAN CERPEN PENDIDIKAN DAN SANTRI BERGAMBAR, TERBARU DAN TERBAIK

KUMPULAN CERPEN PENDIDIKAN 
DAN SANTRI  BERGAMBAR, TERBARU DAN TERBAIK 



KUMPULAN CERPEN PENDIDIKAN DAN SANTRI ini_adalah suatu kumpulan karya tulis dari siswa - siswa yang berkeriatif untuk membuat tulisan tangan yang cukup sempurna. Berikut ini adalah kumpulan cerpen pendidikan dan santri,  yang di dalam cerpen ini mengandung penuh makna dan arti untuk di cerna dalam hati.


     CAHAYA SENJA DI TEMANI SECANGKIR KOPI HITAM

      Terasa semilir angin telah menembus jiwa – jiwa yang penuh kemunafikan, terasa kenikmatan duniawi tiada arti bagi kehidupan, aku renungkan jiwaku dengan secangkir kopi hitam untuk mencari arti kehidupan, terlihat cahaya senja telah  menantiku untuk berkaryan dan menggali sesuatu yang belum aku tau di dunia ini. Aku hidup di penjara suci untuk tholabul ilmi ( ALAMAT TANJONG KECOT  RT 02 RW 03 ).
       Aku langkahkan kakiku di tanah ini untuk mencari ilmu, karena konon katanya.... di desa tanjung kecut ini adalah desannya para santri untuk tholabul ilmi. Pada suatu ketika Oheng al jabbar bin roiko al molto bin idiot yang biasanya di panggil oheng yang hobinya ngopi sampai sore hari. Suatu saat pada malam hari setelah mengaji aku di panggil ( teman sejati )sepertinya ia kangen denganku
 “heng – oheng – oh” manggil parjo. Lalu saya menghampirinya, saat aku berada di hadapannya saya di tannya
                “Heng besok kamu ada acara atau tidak?...” tannya parjo.
“Em... tidak ada kayaknya jooo.....” jawap oheng dengan wajah yang tidak menyakinkan untuk menjawab pertanyaannya parjo.
“Kalau kamu besok tidak ada acara maka kamu harus ikut aku” ucap parjo dengan lirikan mata yang tajam.
“Oke – oke siap pak bos” jawab oheng dengan nada yang terpaksa.
Pada pagi hari ini aku di sambut sang mentari pagi yang terlihat sangat cerah dan terasa sangat dingin karna ada embun(-_-) saat jam 08.00 WIB  saya di panggil parjo agar saya memakai baju yang keren “aku tidak tau hri ini hari apa, memangnya ada apakah ini gerangan” tannya oheng di dalam hatinya. Setibanya di tempat, ternyata oh ternyata aku di ibaratkan seperti lilin saya hannyalah bersabar menerima atas kenyatan ini, aku hanny disuruh menungu di luar sendirian (plolak plolok tidak ada teman bicara, sedangkan parjo enak – enakan bertemu sama seseorang wanita
“Wah... sungguh tega parjo aku di tinggalkan di luar sendirian, jangan kau kira diriku kau ibaratkan lilin, yang rela mengorbankan dirinya sendiri demi memberikan cahaya saat gelapnya malam. Awas kau jooo – parjo...” ucap oheng dalam hatinya dengan rasa sedikit melas ( tiga jam kemudian ) parjo menghampiriku dan ia berkata
“Makasih buannyak lo heng,  memang kau teman yang puwaleng buwaek sedunia seangkasa  sejagat raya pokok e.... “ Ucap parjo dengan wajah yang penuh kebahagiyaan.
“Makasih – makasih lambemu kuwi, kau enak – enakaan sama pacarmu sedangkan aku sendirian seperti orang hilang ( plolak plolok)” ucap oheng dengan nada melas dan sedikit marah.
“Diriku sudah 89 kali di pakai obat nyamuk (menemani teman ketemuan) untung – untung diriku penuh kesabaran kalau tidak pasti pacar temen – temenku sudah aku tikung” oheng sambat dalam hati. Setibannya di pesantren aku meminta balas budi agar parjo mengajariku untuk belajar selama satu bulan ini, karna tanggal 16 september ada ujian akhir semester. Ketika aku meminta kepada parjo, ia menjawab
                “Oke – oke gampang itu bisa di atur, yang penting besok aku temenin lagi okee?...
                Ups..... bercanda heng, oke nanti malam engkau aku ajari belajar” Ucap parjo
                “Oke – oke siap bos  jooo.....” ucap oheng
Saat malam hari terasa sangat – sangat dingin dan terlihat cahaya bintang dan bulan menyinari gelapnya malam hari. Parjo memanggil oheng untuk membawa buku yang akan di pelajarinya setibanya di lokasi teryata oh teryata...... Parjo membawaku kewarung kopi yang tertulis :“Warung ngopi WAK NDOL seribu rasa kopi menggoda para wanita”.
“Waaahhh..... memang engkau yang pualeng baek joo jo jo joooo....... kalau  kau mengajakku seperti ini terus hidupku pasti akan bahagia terus” Ucap oheng dengan penuh kebahagiyaan.
 “Poool..... bahagiya heng, memangnya apa yang membuatmu bahagia?...” tannya parjo. “Yang membuatku bahagia adalah parjo yang baik hati telah meneraktir ngopi pada malam hari ini” ucap oheng dengan penuh denyuman.
“teraktir raimu...... kamu aku ajak kesini untuk belajar oke.... karna disini di temani secangkir kopi hitam yang membuat otak menjadi tenang dan lancar untuk menuntul ilmu”ucap parjo.
Oheng dengan wajah yang penuh melas karena pengiraannya salah. Ketika parjo dan oheng duduk ia di temani secangkir kopi hitam, sehitam gelapnya malam yang tiada cahaya satu pun terlihat di bumi ini. Pada malam ini diriku mendapatkan ilmu yangsangatlah bannya dan parjo juga memberikan kata – kata mutiara imam al ghozali yang tertulis dalam lampirannya “Menuntut ilmu adalah taqwa, menyampaikan ilmu adalah ibadah, mengulang – ngulang ilmu adalah zikir, mencari ilmu adalah jihat” kata – kaa ini selalu aku pendam dalam ingatan dan dalam hati. Di setiap waktu dan detik kehidupanku selalu aku renungkan saat cahaya senja telah nampak mennyinari bimi ini. Karena perkataan imal al ghozali ini adalah perkataan yang penuh makna dan arti bagiku. Aku terus belajar tiap senja hari dan tiap malah hari sehabis mengaji. Aku renungkan saat parjo memberikanku arah kehidupan tentang ilmu dan kata – kata mutiara al imam ghozali yang tidak bisa aku hilangkan dalam fikiranku. Aku renungkan dan aku pelajari saat cahaya senja telah mennyinari bumi ini yang di temani secangkir kopi hitam unntuk menghilangkan tasa gelisah dalam jiwa dan untuk memberikanku ketenangan dalam tholabul ilmi. Pada saat senja hari parjo memberikan pertannyaan kepadaku, sebagai berikut:
“Ilmu akan masuk dalam hatimu, apa bila 2 macam ilmu ini terdapat dalam jiwamu.  Pertanyaannya: Sebutkan dua macam cara ilmu masuk dalam hati?....” Pertanyaan yang di ucapkan  parjo.
“Apa yaa... em......??? (3 jam kemudian) waah...... aku tak tau jojoo” ucap oheng dengan wajah menyerah atas pertannyaan yang diberikan parjo.
“Dirimu menyerah untuk mencari jawabanku ii heng?.... Oheng – oheng jangan lah dirimu semudah itu untuk mennyerah dan janganlah sekali – kali dirimu putus asa atas jihatmu ini untuk mencari ilmu. Oke.....akan aku brikan jawaban ini padamu, tapi jangan sekali – kali birimu melupakan jawaban ini. Jawabnnya: ilmu yang di dengar dan ilmu yang di serap, Maksudnya sebanyak – banyaknya ilmu yang engkau dengar namun jika ilmu itu tidak engkau serap ke otak menuju ke hati maka itu hanyalah sia – sia bagi dirimu sendiri karna ilmu tidak akan memberikan manfaat dalam dirimu sendiri. sesungguhnya Inilah ilmu yang bisa masuk dalam hati” Ucap parjo.
Oheng hannya bisa terdiam dan mendengarkan dari da’wahnya parjo, aku resapi perkalimat dan perkata aku sangatlah bersukur karna pertama ini diriku memiliki teman yang setia berada di sampingku untuk membimbing mencari ilmu. Seribu huruf, kata, dan makna tentang ilmu aku tulis di atas kertas putih dengan tinta hitam, hidupku tiap malam dan tiap senja aku renungkan dengan ilmu yang masuk dalam hati. Hari demi hari hidupku di temani secangkir kopi dan tinta hitam di tangan kanan untuk di taruhkan di atas kertas putih yang selalu bersinar untuk berkarya dan menulis kata – Kata untuk menenangkan jiwa – jiwa yang penuh kemunafikan. Tak terasa hari demi hari telah berlalu, oheng kurang 2 hari lagi sudah menghadari ulangan akhir semester. Selama satu bulan kurang 2 hari ini diriku tiap malam setelah mengaji dan tiap senja hari diriku selalu di dampingi parjo untuk mencari ilmu. Tak terasa waktu sudah terlalu begitu cepat. Pada tanggal 16 september 2030 parjo keluar/boyong dari pesantren, karena ia sudah lulus dari SMA parjo hanya meninggalkan sekertas putih yang terdapat coretan tinta di dalamnya yang tertulis:
“Oheng, Teruslah belajar dan berkarya, dan janganlah sekali – kali dirimu putus asa untuk berjihat ilmu, walaupun diriku tidak berada di dekatmu jadi hannya 29 hari dirimu aku bimbing dan ingat janganlah dirimu sekali – kali sombong atas ilm yang engkau dapat, karena kesombongan yang akan menjadikan seseorang bodoh dan sedangkan ilmu yang telah membuat seseorang menjadi rendah hati dan saya meminta maaf sebesar – besarnya karna aku tidak bisa bicara langsung kepadamu dan aku terpaksa menulis di kertas ini untukmu”
                #Semoga sukses UAS nya (surat dari parjo)
Sesaat diriku membuka dan membaca setiap kalimatnya, rasa dalam hati dan rasa perpisahan membuat air mata terus menerus menetes. Rasa kehilamgam seseorang yang sangat berarti bagiku adalah rasa yang paling sulit bagi ku untuk melupakannya, terasa kesedihan dalam hati membuat gelisah dalam fikiranku.
      Saat ini hidupku aku renungkan dengan secangkir kopi hitam, aku terus belajar dan berkarya walaupun sudah ada parjo di sampingku. Hari demi hari telah berlalu dan UAS pun sudah selesai tidak terasa aku sudah kelas 2 SMA.
Cahaya senja di temani scangkir kopi hitam yang telah menenangkan hati dan jiwa untuk menuntut ilmu dan berkarya.

“Dimana saat senja hari
Kehidupan aku renungkan
Dengan secangkir kopi hitam
Terasa nikmat pahitnya kopi
Yang telah menenangkan
Hati dan fikiranku
untuk mencari ilmu”

AHMAD ZAFAR ALI YAHYA




 BAHAGIA HIDUP DI PESANTREN


     Jam menunjukkan pukul 04.00 aku telah di bangunkan oleh pengurus harian pondok dan pengurus keamanan. Bergegas aku bangun dan segera menuju ke kamar mandi untuk cuci muka dan wudhu setelah itu aku dan kawan kawanku mengambil pelaratan sholat dari mulai sarung sampai ke peci. Kemudian aku dan kawan kawan pergi ke mushola pondok untuk sholat subuh berjama’ah, lalu setelah sholat subuh berjama’ah aku langsung mengaji kitab kuning (IBNU AQIL) kepada kyaiku....
Setelah  ngaji kitab kuning lalu saya bergegas mengambil AL - QURAN untuk mengaji AL - QURAN . Pada saat itu pennyemak satu Halqohku belum kelihatan, sedangkan penyemak Halqoh lainnya penyemaknya sudah ada semuannya.
                “Rid, kang ulum kemana nih?... tumben gak ada?...” Tannya Dodol.
                “Gak tau deh, coba kita cari bareng yuk, siapa tau ketemu” Jawab Farid.
“Eh...eh... tungguin, kita cari bareng aja, kita kan satu Halqoh” Ucap Dani. (Terlihat pennyemak kami/kang ulum lagi berjalan menuju ke kantor)
“Nah, tuh ketemu kang ulumnya lagi jalan menuju kekantor, yuk kita samperin biar kita bisa mengaji AL QURAN” Ucap Farid sambil semangat.
“Ya udah ayo” Ucap Dado dan Dani.
     Setelah kami mengaji AL QURAN kami langsung persiapan untuk mengaji kitab lagi sampai jam 06.10 WIB, setelah mengaji kitab kami langsung mengambil ngantrian di kamar mandi. Setelah itu farid dan dani menuju kekamar mandi, setelah itu aku pergi kekamar untuk melepaskan pakaianku dan aku segera bergegas menuju kekamar mandi, setelah selesai mandi aku langsung mengambil seragam di lemari dan langsung aku pakai.... Setelah aku memakai seragam sekolah aku langsung menjadwal mata pelajaran hari ini. Setelah selesai menjadwal mata pelajaran aku langsung siap – siap pergi kesekolah.
                “Farid tungguin aku dong” Ucap dani.
“Iya – iya cepat” Ucap farid. [Setelah perjalanan menuju kemadrasah ada sesuatu yang ia lupa untuk di bawa ke kelas]
“Astagfirullah, ada yang kelupaan?...” Ucap Farid.
“Apaan yang kelupaan?...”Tanya Dado.
“Buku Sosiologiku..”Jawab Farid.
“ya udah kalian duluan saja ke kelasnya nanti aku akan menyusul...”Ucap Farid.
[Lalu ada temanku yang menyamperiku dan ditangannya ada kelihatan buku paket Sosiologi]
“Rid, ini bukumu bukan?...”Tanya Iqbal.
“iya..iya ini bukuku...”Jawab Farid.
“Lain kali jangan di tinggal di sembarang tempat ya Rid..”Ucap Iqbal.
“Iya, Syukron ya Bal..”Ucap Farid.
“Afwan..”Jawab Iqbal.
Lalu aku berlari ke kelas, setelah itu dikelas aku belajar dan mendapatkan berbagai ilmu yang bermanfaat dan lumayan banyak dan ustad di sekolahan MA SALAFIYAH kalau mengajar juga enak-enak, seru-seru dan hepi. Setelah itu bel pun berbunyi untuk menandai istirahat.
                “Sholat dhuha dulu yuk, mau gak?”Tanya dani.
                “Ok, ajak teman-teman yang lain juga yaa..”jawab farid.
      Setelah aku mengajak teman-teman yang lain, aku langsung berangkat ke mushola sekolahan untuk sholat dhuha. Setelah selesai sholat dhuha kami langsung jajan ke kantin favorit kami ( NYI WAR ). Beberapa saat kemudian bel berbunyi akhirnya bel istirahat pun kelar aku dan kawan-kawanku langsung masuk ke kelas masing-masing, kami pun dikelas belajaar dengan sungguh-sungguh, supaya kami bisa membanggakan orang tua kami, belajar adalah usah kita untuk bisa bersaing mendapatkan nilai terbaik.
                “Alhamdulillah, dikit lagi bel istirahat kedua dan sholat dhuhur..”ucap farid dalam hati.
                [ bel istirahat kedua pun berbunyi ]
Setelah kami belajar kami langsung menuju ke mushola untuk melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah. Setelah kami sholat dhuhur kami langsung menuju ke pondok untuk makan siang.
                “farid kamu ambil makanan yaa..”ucap dani.
                “Ya dan..”ucap farid.
[ Setelah si farid mengambil makanan, kami langsung menyerbu makanan itu pas pada saat      itu lauknya ayam goreng.]
      Setelah habis makan aku langsung duduk sebentar di samping kamar sambil merasakan keadaan disini. Tak lama kemudian aku kembali ke sekolahan untuk menuntut ilmu kembali.
Tak lama kemudian, jam menunjukkan pukul 14.15 WIB dan suara bel pulang pun berbunyi. Setelah kami belajar kami langsung menuju ke pondok untuk persiapan sholat ashar berjama’ah. Setelah sholat ashar aku di ajak temanku bermain bola, tapi aku menolaknya karena pada waktu itu aku lagi gak pengen main bola. Seetelah itu teman-temanku langsung bermain bola dengan kawan-kawanku yang lainnya.Beberapa menit kemudian aku memikirkan sesuatu.
                “Ah,, dari pada diem disini terus mending baca Al-qur’an aja deh..”ucapku dari hati.
      Lalu, aku menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Sehabis wudlu, aku langsung menuju ke mushola untuk mengambil Al-qur’an dan membacanya. Sehabis membaca al-quran dan jam sudah menunjukan jam 17.00 WIB. Lalu aku menuju ke kamar untuk melepas pakaianku dan aku segera bergegas menuju ke kamar mandi. Setelah mandi aku langsung mengambil peralatan sholat ku dan memakainya, setelah aku pakai aku langsung berangkat ke mushola pondok, sesampainya di mushola aku langsung membaca al-quran, tak lama kemudian adzan maghrib pun dikumandangkan, dan nggak lama kemudian iqomah pun dikumandangkan. Setelah sholat maghrib aku langsung mengambil kitab untuk mengaji dengan kyai ku. Setelah selesai mengaji pak kyai menasehati kami. “Beliau berpesan kepada kami untuk belajar lebih giat lagi dan banggakanlah orang tua kalian janganlah angisi orangtua kalian dengan keburukan kalian, tapi tangisilah orang tua kalian dengan kebanggaan kalian dan jangan lupa selalu membaca al-qur’an.
      Selang beberapa lama kemudian, adzan isya pun berkumandang aku langsung bergegas mengembalikan kitab di rak buku, setelah itu aku langsung wudlu. Kemudian aku langsung manuju ke mushola untuk menunggu iqomah dikumandangkan Setelah itu, iqomah pun dikumandangkan dan sholat isya pun dilaksanakan. Setelah sholat isya berjam’ah kami langsung keluar dari mushola dan ada salah satu PENGHAR yang memanggil kami semua dan kami pun disuruh kang sirodj untuk membersihkan kamar pak kyai tapi yang disuruh cuman kami berempat..”farid, dani, dado, dan saya sendiri.Setelah membersihkan kamar pak kyai, kami langsung mempersiapkan diri untuk mengaji kitab sampai jam 20.30 WIB. Sehabis ngaji kitab kami langsung mengambil makanan sendiri-sendiri. Setelah makan aku langsung mengajak farid untuk setoran juz amma.
                “rid, ayo setoran juz amma” Ucap dani.
                “Sebentar panggil teman teman biar kita setoran juz amma bareng-bareng” Ucap farid
     Lalu farid memanggil kawan – kawan untuk saling setoran juz amma lalu kami semua langsung muroja’ah juz ammananti menyetor terhadap ustad penyemak kami. Beberapa kemudian pada dari teman kami yang menyetor duluan dan kami tidak mau kalah dengan dia. Setelah beberapa menit semuanya menyetor kepada ustadnya
“ustad, kami setotan dong” Ucap farid.
“Iya sabar satu persatu” Ucap ustad.
     Akhirnya dari beberapa kami ada yang sudah menyelesaikan setoranya dan terakhir tinggal dani. Sehabis selesai setoran lalu kami langsung salaman kepada ustad dan tanpa panjang lebar kami seperti biasa menuju kamar sehabis setoran kami langsung persiapan tidur malam. Seiring dengan berjalanya waktu hampir setahun hidup di penjara suci saya mulai nyaman dan menikmati hidup di pesantren karna saya selalu teringat pesan kedua orang tua.
“Kamu harus mondok, entah beberapa tahun kamu di pondok intinya kamu harus mondok, karena saya ingin kamu lebih baik serta mempuyai pegangan hidup di luar pesantren”
     Pesan itulah yang membuat saya semangat untuk menikmati kehidupan di pesantren. Pengalaman serta kesan apapun yang saya alami di pesantren memberikan pelajaran yang berarti rasa suka dan duka menjadi kaum bersarung serta berpeci yang hanya bisa saya rasakan di lingkungan pesantren. Hidup di pesantren mengajarkanku bagai mana menjadi pribadiku yang mandiri, jauh dari keluarga, saudara, sahabat yang selalu menemani. Berbicara bersamaan di pesantren kebersamaan santri yang satu dengan santri yang lainya sangat kuat seakan akan sudah menjadikeluarga yang selalu bersama, saya ingat ketika ada orang tua santri yang datang untuk mengunjungi anaknya, pasti wali santri membawa nasi untuk anaknya setra santri lainya dari bungkusan itulah kebersamaan santri terlihat, sebelum makan nasi itu digabung menjadi satu tapsi, sehingga bisa menikmati makanan bersama sama, ramai merebut nasi sudah menjadikan sebuah kebersamaan semakin erat. Tidur bersama merebut tempat tidur hingga berebut selimut menghiasi kebersamaan wali santri di saat akan tidur.
“Di pondok pesantren mambaul ulum terkenal yang namanya barokah atau ZIYADATUL  KHOIR yang artinnya menambahnya kebaikan”
      Dan barokah ini bisa kita dapat ketika mengaji yai di kasih minuman air putih, kopi dan teh dan minuman tersebut masih tersisa, sisa minuman itulah yang bisa menjadi rebutan oleh para santri yang tujuan pertama demi mendapatkan barokahnya yai. Dan ada juga santri yang mengabdi untuk menyapu halaman yai ada juga yang menata sandal yai dan serta bannyak hal lainya yang bisa di lakukan demi mendapatka barokah sang yai dan pesantren.
     Saya sangatlah bangga karena saat menjadi santri, saya di ajarkan untuk menjadi orang yang sederhana yang tak gampang puas diri. Saya bangga menjadi santri karena saat menjadi santri saya di didik untuk menjadi insan yang islami. Saya bangga menjadi santri karna dari santri saya siap berkesimpung dengan masyarakat. Saya bangga menjadisantri karena dari santri saya tau bahwasannya ilmu dunya serta akhirat harus seimbang agar tak salah dalam melangkah.
     Terimakasih bapak, ibu yang telah memaksaku untuk mencari ilmu di penjara suci, sekarang aku sadar bahwasannya mondok itu penting walaupun mengekang.

AIZ FADDY IRFANA



LENTERA ILMU


     Muwaddaah telah usai. Riuh tangis duka maupun bahagia mulia tampak ketika acara ini hendak berakhir. Ku arahkan pandanganku menyapu ke seluruh ruangan, terlihat teman-teman sebayaku semuanya didampingi dengan orang tuanya. Namun lain halnya dengan aku. Aku tidak bisa mendatangkan orang tuaku karena berbagai alasan. Ibuku sudah meninggal ketika aku masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah. Kematian mendiang ibuku dikarenakan kanker yang telah menggerogoti tubuhnya selama 3 tahun dan sudah tidak dapat ditanggulangi lagi. Kini yang tersisa hanyalah ayahku. Namun aku merasa beliau sudah tidak memperhatikanku lagi setelah kematian mendiang ibuku. Mungkin ayahku sulit untuk menerima atas kejadian itu. Lambat laun sifat ayahku berubah. Aku tidak pernah diberi kasih sayang sedikitpun darinya. Aku bagai orang asing didalam rumahku. Apapun yang aku lakukan, ayahku sama sekali tidak peduli. Andaikan waktu dapat diulang dan ibuku masih hidup, Aku pasti tidak akan merasakan keadaan sesulit ini.
     Namun Aku harus kuat. Aku yakin, pasti dapat melewati semua rintangan ini. Aku harus selalu berusaha keras. Sesungguhnya Allah telah mempunyai rencana-rencana yang terbaik untuk hamba-Nya. Tak dapat dipungkiri, semua aktivitas di dunia ini telah disutradarai oleh Allah. Sebagai hamba, hanya bisa menjadi lakon yang mengikuti alur cerita kehidupan yang ada dengan ikhtiar dan tawakkal.

     Aku sudah bertekad bulat untuk melanjutkan jenjang pendidikanku. Karena Aku tahu, Allah sudah menjanjikan didalam Al Quran bahwa nantinya orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya. Lagipula ketika nantinya terjun di masyarakat, tidak akan ada kesulitan dalam melayani masyarakat selagi kita dimintai pertolongan untuk hal yang bermanfaat. Atas dasar itulah, Aku ingin melanjutkan pendidikanku ke sebuah pondok yang bernama “Irsyadul Ibad” setelah kelulusanku dari MTs.
Tiga tahun terakhir ini, aku bekerja keras untuk mencukupi kebutuhanku sehari-hari dan sedikit demi sedikit ada yang ku tabung untuk mewujudkan impianku. Ku lakukan dengan keahlian sederhana dan otodidak. Hanya dengan ikhtiar, doa, dan tawakkal Aku berharap segala lelah yang Aku rasakan bisa menjadi berkah. Berkah yang dapat membawa diriku menjadi lebih baik lagi dalam upaya mewujudkan impian-impianku yang telah lama ku harapkan.
Setelah 3 tahun lamanya menabung, sudah cukuplah kiranya tabunganku Aku gunakan untuk nyantri. Walaupun jumlahnya tidak seberapa, Aku berharap dengan niat yang ikhlas dapat memberikan kemudahan bagi diriku dalam setiap persoalan. Aku semakin mantap dengan keputusanku. Setelah berulang kali istikharah, Aku selalu memimpikan pondok pesantren yang sama. Bagaimanapun juga Aku harus meminta izin kepada ayahku agar aku diberikan kemudahan nantinya dalam menuntut ilmu di pondok pesantren.
***
     Pagi ini Aku mencoba untuk meminta izin kepada Ayahku perihal keberangkatanku ke pondok pesantren esok hari. Ayahku tampak sedang santai di teras depan rumah dengan menyulut sebatang rokok sembari sesekali menghisapnya. Terlihat dari gubuk yang Aku tempati, beberapa tetangga sekitar berlalu-lalang untuk melakukan berbagai aktivitasnya di pagi hari.
Aku mulai berjalan mendekati ayahku, mencoba memulai pembicaraan.
“Pak?.” Sapaku.
“Mau apa?” Jawaban ketus keluar dari mulutnya. Aku mencoba tetap tenang, menguasai keadaan.
“Saya mau izin dan doa restu Pak. Mau meneruskan pendidikan ke pesantren di Kediri.” Ucapku.
“Terserah”. Jawaban yang singkat, padat, dan tidak jelaspun keluar dari mulutnya.
“Maaf Pak kalau saya merepotkan, tapi saya ingin satu permintaan terakhir.” Pintaku.
“Apa yang kamu inginkan?.” Kali ini dengan nada cukup santai.
“Salah satu ketentuan peraturan pesantren agar bisa jadi santri, ketika pertama kali mondok harus sowan dengan pengasuh pesantren ditemani dengan wali santri. Jadi, secara tidak langsung saya ingin…” Belum selesai ku bicara, ayahku langsung menimpali.
“Wah, nggak bisa!. Uang dari mana buat perjalanan dari Pati ke Kediri?. Buat makan aja susah.” Tegasnya.
“Saya memiliki sedikit tabungan kiranya nanti cukup untuk perjalanan Pati-Kediri. Ketika nanti sampai sana, Bapak akan saya kasih ongkos untuk pulang.” Jawabku.
“Baiklah. Kapan perginya?” Tanya ayahku.
“Secepatnya, Pak. Insya Allah besok pagi.” Jawabku antusias.
“Baiklah.”Aku pun tersenyum sembari beranjak meninggalkan ayahku.
***
       Pagi ini Aku sangat bersemangat. Hari ini adalah keberangkatanku ke pesantren. Semua barang telah ku persiapkan dari tadi malam. Bus jurusan Pati-Kediri yang Aku naiki akhirnya mulai berjalan meninggalkan stasiun. Suasana cukup tenang dan kondusif. Setelah jenuh menyaksikan jalanan dari balik kaca jendela bus, Aku pun memejamkan mataku sejenak untuk beristirahat.
Setelah beberapa saat, sesuatu yang tak terduga terjadi.
“Tolong!!!.”
     Aku pun terbangun dari tidurku mencari sumber suara itu. Pandanganku akhirnya tertuju pada seorang wanita muslimah yang sedang ditodong dengan sebilah pisau. Semua penumpang mencari tempat yang aman. Penjahat itu pun berbicara dengan lantang.
“Jangan ada yang mendekat kalau tidak ingin wanita ini celaka!”
Seketika semua penumpang terdiam tak bersuara. Aku merasa tidak tega melihat wanita itu dan mencoba bernegosiasi dengan penjahat itu.
“Tenang, Mas. Masalah ini bisa diselesaikan dengan baik-baik.” Ucapku.
“Nggak bisa!. Mau nyari muka? Sok-sok an jadi pahlawan lo.” Jawabnya keras.
Aku terdiam. Mencoba mencari waktu yang sesuai untuk..
“Gubraaakkk!”
     Ku layangkan sepakanku tepat pada perutnya hingga ia tersungkur. Dengan cepat ku ambil tas  milik wanita itu dan menyuruhnya untuk pergi mencari tempat yang aman. Penjahat itu bangun dan berlari terbirit-birit keluar dari bus yang sedang melaju. Entah bagaimana nasibnya tapi yang terpenting wanita itu selamat.
Setelah kejadian itu berakhir, Aku menemui wanita itu.
“Maaf, Mbak nggak kenapa-kenapa?” Tanyaku memastikan.
“Alhamdulillah, saya baik-baik saja. Terima kasih Mas, sudah menolong saya.” Jawabnya lembut.
“Sama-sama. Maaf Mbak, kalau boleh tahu, namanya siapa?”
“Nggak usah panggil Mbak lah. Kesannya kelihatan tua banget. panggil saja Zizi. Kalau Mas nya?”
“Kalau nama saya Hasan Fikri. Mau mondok di Kediri.”
“Baiklah. Semoga selamat sampai tujuan, Mas.”
“Terima Kasih.” Jawabku singkat.
***
     Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah Aku di Kota Kediri. Aku dan ayahku segera menuruni bus untuk mencari lokasi pondok yang Aku tuju. Tempatnya tak jauh dari pusat kota. Kurang lebih 15 menit dengan menaiki angkot, akhirnya sampailah Aku di pusat kota. Aku bertemu dengan seorang laki-laki memakai peci hitam, berbaju koko, dan memakai sarung. Aku mencoba mendekatinya.
“Mas, mau nanya. Tau alamat ini?” Tanyaku sambil menyodorkan secarik kertas.
“Ohh.. Saya tau pondok ini. Kebetulan ini adalah pondok saya.”
“Kebetulan sekali kalau gitu. Bisa nganterin saya sowan ke kediamannya Abah Yai?”
“Insya Allah bisa. Mari saya antar.”
Aku pun diantar sampai ke kediaman Abah Yai.
“Assalamualaikum.” Ucap santri itu.
“Waalaikum Salam. Ada apa, Man?” Seorang laki-laki menimpali sembari membukakan pintu. Tampaknya seorang santri yang tinggal di kediaman Abah Yai.”
“Ehh, Ahmad. Abah Yai di rumah nggak?”
“Di rumah. Ada keperluan dengan beliau?”
“Iya. Ini ada santri baru mau sowan.”
“Baiklah. Tunggu sebentar tak panggilin.”
     Tak lama Abah Yai pun keluar dari kediamannya. Mempersilahkan Aku dan ayahku untuk masuk kedalam. Ayahku mengatakan bahwa maksud kedatangannya adalah meminta izin dan doa restu untukku agar diberikan kemudahan dalam menuntut ilmu di pesantren. Abah Yai hanya berpesan semoga nantinya Aku dapat betah di pondok dan semangat dalam memperdalam ilmu maupun keahlian apapun yang dapat bermanfaat.
Setelah dari kediaman Abah Yai, Aku menuju ke pondok pesantren. Sesampaiku di pesantren, ku palingkan pandanganku ke arah ayahku. Aku berterima kasih padanya karena sudah menyempatkan diri mengantarkan aku ke pesantren. Sedikit uang ku berikan padanya sebagai ongkos kembali ke Pati.

      Memasuki area pesantren, Aku cukup heran. Bagaimana tidak? Bangunannya cukup luas dengan terdiri atas 3 lantai, namun yang terlihat didalamnya hanyalah segelintir orang. Ku langkahkan kakiku menuju kamarku yang baru. Aku berpapasan dengan salah seorang santri, ia berkata kalau semua santri sedang mengaji kitab. Aku mencoba mencari lemari yang kosong untuk meletakkan barang-barangku. Setelah itu, Aku duduk di area kamar sembari melafalkan lantunan demi lantunan Alfiyah.
Hari demi hari ku lalui dengan bersemangat. Disini ku mengenal banyak orang dengan karakter, latar belakang, dan daerah yang berbeda-beda tentunya. Walaupun tidur kurang nyaman hanya bermodal alas sajadah dengan tangan sebagai bantalnya, tidak menyurutkan semangat santri untuk mengaji, menuntut ilmu dalam rangka mencari berkah Abah Yai.
     Disini juga diajarkan menjadi insan yang berbudi pekerti luhur. Selain mengaji dan menuntut ilmu, santri juga diajarkan untuk menjadi seseorang yang sabar. Mengapa demikian? Karena disini santri hidup berdampingan dengan santri yang lain. Semisal mengantri ketika mandi ataupun makan. Dan yang lebih parah lagi adalah sabar dalam gasakan (istilah dalam Bahasa Jawa yang artinya ejek-ejekan antar santri). Terkadang dijodoh-jodohkan dengan salah seorang santri putri atau dipanggil dengan julukan yang ekstrim. Misalnya ada seorang santri yang ayahnya bernama Kuri, maka santri tersebut dipanggil dengan nama Kuro. Juga kepada santri yang tidak mempunyai rambut, dipanggil dengan julukan Rexona. Namun dengan adanya hal tersebut, bukanlah menjadikan adanya pertengkaran, melainkan dapat lebih merekatkan hubungan antar santri.

      Keseruan lainnya adalah ketika terdapat seorang santri yang dijenguk oleh orang tuanya yang mayoritas pasti membawa makanan. Saat itulah santri menunjukkan aksinya, dalam hitungan kurang dari beberapa menit makanan sudah habis terlahap. Dan apabila terdapat salah seorang santri yang ketahuan menyembunyikan makanan atau sejenisnya didalam lemari, santri tersebut dikucilkan. Kalau tidak demikian, ada yang kurang waras dengan nekat menjeblong lemari santri tersebut.
Sudah satu minggu aku mondok, tampaknya tabunganku sudah mulai menipis. Aku harus memutar otak, bagaimana caraku memenuhi kebutuhan keseharianku di pondok. Aku mencoba mencari informasi, bertanya pada temanku apakah ada lowongan kerja yang ringan disekitar area pondok. Aku bersyukur ternyata terdapat pekerjaan sebagai marbot masjid didekat pondok sekaligus menjadi guru mengaji anak-anak disana. Aku berharap dengan sedikit ilmu yang aku miliki dapat memberikan manfaat pada mereka.
     Sudah sekitar 10 tahun lamanya aku mondok di pesantren. Aku ingin pulang ke kampung halaman. Aku sudah cukup banyak belajar dari pesantren ini. Mulai dari cara berperilaku yang sopan dan santun, mendalami berbagai macam kitab-kitab salaf terdahulu, maupun yang lainnya. Aku mencoba meminta izin kepada Abah Yai perihal kepulanganku ke kampung halaman. Beliau menyetujui dan memberikan ijazah kepadaku agar setiap hari selalu istiqomah Shalat Dhuha dan membaca Surat Al Waqiah agar diberikan kelancaran dalam memperoleh rizki.
     Seketika setelah kepulanganku di masyarakat, sedikit-sedikit aku mencoba mengamalkan ilmuku. Mulai dari menjadi guru mengaji kitab hingga berdakwah. Lambat laun akhirnya Aku menjadi seorang pendakwah masyhur di daerahku. Banyak orang berdatangan, berkonsultasi mengenai cara menyelesaikan masalah yang dihadapinya atau bertanya tentang sesuatu yang belum diketahui. Aku amat bersyukur kepada Allah yang telah memberikanku jalan dalam setiap ikhtiar yang Aku lakukan. Karena ku tahu, Allah selalu memberikan jalan bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam menghiasi dirinya dengan indahnya cahaya ilmu.

ZAID ABADURROHMAN

0 Komentar