MENGHILANG dalam hayyala, NOVELku III

    Seperti baru kemarin Langkah kakiku menghampirinya kenapa pergi begitu saja tanpa ucapan selamat tinggal, akankah bidadari mau singgah di hati orang. Aku mulai menghilang di ujung hari dan menitih di ujung waktu, ternyata tak lama aku dekat dengannya. Sang bidadari meninggalkan candaan tawanya di dalam bayang-bayang yang terselubung di lelap malamku.

    Ia telah membohongi perasaanku, telah menghancurkan hati yang ingin singgah dan meruntuhkan hati yang telah aku bangun. Sungguh seakan-akan hidup ini terlalu sempit untuk ku jadikan panggung drama.

    Sering merenung dan berdiam diri demi menyimpan sebuah prasaan, tersenyumku melihat dari kejahuan karna sang bidadari mulai bahagia bersama orang barunya.

    Mengapa sesingkat itu pertemuanku?... apakah ini yang dinamakan panggung drama?...

    Pelupuk mata mulai tergenang air yang membasahi pipi, lara mulai menaungi hayyalanku, belajar Bahagia meskipun menyendiri dan berlatih untuk baik-baik saja. Senyumanku berlagak seperti si badut, aku enggan menjatuhkan prasaan ini di sebelahnya. Hidupku menjadi pemeran utama di negri dongeng meskipun sejenak singgahnya.

    Bidadari selamat malam, jangan lupa pejamkan matamu aku mau membisikkan kata-kata rindu di telingamu lewat mimpiku dan aku mau bermukim di sana supaya bisa tetap tersenyum melihatmu dalam keheningan malammu. Dengan


 

“menempatkan hati yang salah Sama halnya memegang batang mawar tanpa selop tangan, sakit demi mendapatkan meskipun ia tak memiliki perasaan”

 


JEJAK : TERLUKA Karna Waktu, NOVEL III:      Massa berganti massa hari berganti hari malam berganti pagi sajak-sajak kalimat teruntaikan amat rapi. Sampai jumpa waktu, apa kabar?.....

0 Komentar