Massa berganti massa hari berganti hari malam berganti pagi sajak-sajak kalimat teruntaikan amat rapi. Sampai jumpa waktu, apa kabar?... Udah tersampaikankah luka massa lalumu?... Semakin tua semakin terasa hidup ini, seperti kaleng tanpa isi.
Beranjak usia mulai melupakan cerita pertemanan antara kita, aku tak lagi bisa melihat mata indahmu dan pipi kemerah-merahanmu lagi. Apa mungkin aku harus sembunyi-sembunyi mengintaimu demi mengobati rasa dalam hati ini, ataukah aku harus terus mengejarmu wahai sang bidadari.
Senja dengan warna jingga yang nampak amat sempurna, Langkah terus mengejar adalah sebuah hal yang bodoh bagi sang kekasih dan Aku tak kuasa berlari mengejarnya. Semakin di kejar semakin terluka semakin di paksa semakin menggilla. Apa gara-gara aku terpana oleh mata coklatmu yang di penuhi Hasrat.
Sepantaskah ini jejak yang di buat oleh tuhan untukku, seorang kekasih yang selalu membuatkan syair-syair hingga menggila setiap malamnya, dengan semudahnya menggoreskan luka di ujung pena untuk melukai sang kekasihnya.
Wahai tuhan aku percaya sekenariomu itu lebih indah dari pada rencananya yang di buat oleh hambamu, megapa engkau persinggahkan seorang Wanita di dalam hidupku yang pernah membuatku nyaman, kalau pada akhir persinggahannya meninggalkan luka, bukankah sebuah persinggahan itu sulit tuk di lupakan. Bidadari aku amat membenci realitas bahwa mengenalmu akan berakhir kesedihan bagiku.
“perjumpaan membekas luka senyumannya membuat jenuh, tatanpannya menanyakan keraguan dalam ucapan penuh senyum manisnya, Jangan lupa berimajinasi sebelum bermimpi"
0 Komentar