Didalam sya'ir penuh arti, dalam fisika penuh rumus, masih saja hati ini bertegur sapa mata memandang di hari raya idhul fitri. Menghampiri dirumahnya untuk sebuah pertemuan dan berjabat tangan demi mengobati rasa yang ingin menggenggam tangan lembutnya.
Sunggung mana mungkin topengku berhenti melirimu sedangkan perasaan ini masih saja berdiksi perihal impian berjumpa untuk mencinta karna sebuah hati ini masih mengharapkanmu.
Tuhan aku lelah memakai topeng, baikilah di setiap pandangan hati melangkah yang kelak berlabuh di tepi lautan samudra rasa, Tuhan arahkanlah di setiap jejak kemana hati ini yang berlayar demi mendapatkan sebuah hakikat cinta.
Seorang sufi berkata "Cinta berarti: bahwa si cinta menyesuwaikan diri dengan keinginan sang kekasih, baik dia hadir di sisinya ataupun saat berada jauh darinya"
Aku yang selalu menyesuaikan atas keinginan ingin bersamanya yang hingga menuai kehadiran dalam lelap mata di malam itu, engkau ada di depanku padahal engkau jauh atas keberadaanmu untukku.
Nona... Karnamulah topeng ini masihku pakai demi menutupi sebuah perasaan yang belum sempat tersampaikan di telingamu. Nona... yang selalu ku damba-dambakan, seorang malam yang membuatku selalu nyenyak terlelap karna memimpikanmu, wahai Nona... tak henti-hentinya topeng ini masih melekat dengan pengharapan melirik wajah indahmu.
Engkau datang dengan keistimewaanmu, bahkan dengan senyuman saat awal dekat semasa itu. Namun hannya semasa itu engkau sekedar tamu yang di persilahkan duduk berbicara lalu ku persilahkan pergi semaumu.
Akankah,
"Hingga detik ini masih diam-diam mengharapkannya, meski ia tak (pernah) sekalipun mengharapkanmu atas (kehadirannya)"
0 Komentar